Bingung
Oleh : Ahmad Fachri Mauludy
Suara
petir bergemuruh dimalam itu, bagaikan gergaji mesin yang bekerja disiang hari.
Tebalnya awan hitam yang berbentuk gumpalan permen kapas, kelam, mereka
melahirkan hujan yang sangat lebat. Darah bercucuran dibagian tubuhku, membanjir,
semua kata-kata yang kurang enak didengar pun terlontar dari mulutku,
Perkelahian yang sengit pun terus berjalan, pukulan demi pukulan mencoba untuk
meminta sebuah penjelasan dan pertanggung jawaban, “Apa yang telah kau perbuat
kepadanya ?!” teriakku dengan penuh amarah. Kuhajar dia dibagian hidungnya
hingga mengeluarkan darah, “Hei ! cepat jawab...!!!”. Dia hanya terdiam lemas
sambil memasang muka melas, aku pun menanyainya lagi dengan suara yang lebih
pelan tapi tegas “Apa benar kau yang menyakiti perasaan Reina dan berniat untuk
mencampakannya?”. Pada akhirnya diapun menjawab pertanyaanku “Iya,,saya memang
sudah tidak merasa nyaman lagi dengan Reina.” Dengan raut wajah yang bingung
ditambah perasaan takut atas perlakuan yang dia perbuat kepada Reina. Aku pun
menasihatinya dengan mengatakan “Kamu Rehan, kan ? dengarkan omongan ku
baik-baik, kalau kamu dari awal, memang merasa tidak yakin, atas hubunganmu
dengan Reina tidak akan bertahan lama, mengapa kamu malah menjalani hubungan
tersebut?.”
“ya saya khilaf, saya minta maaf karena saya
telah menyakiti perasaan Reina dan membuatnya menangis, saya juga akan segera
menemui Reina dan meminta maaf kepadanya.”
Sebagai
saudaranya Reina, dan memang sudah ku anggap sebagai adikku sendiri, aku tidak
mungkin membiarkan seseorang menyakitinya, apalagi menyakiti perasaanya. Sehingga,
bisa membuat Reina sedih. Segera kusuruh dia pergi dari pandanganku. Aku pun
pulang tengah malam dengan baju yang berlumuran darah, yah..nyaris separah perkelahian yang ada difilm CROWS ZERO
haha... Setibanya dirumah, mengendap-endap aku kedalam rumah seperti tikus yang
hendak mencuri keju didapur, sesampainya diruang tamu, aku merasa sedang
diintai oleh ayah atau ibuku, Dalam hati
ku mengatakan ”jangan sampai ayah atau ibu yang mengawasiku, lebih baik aku
diawasi oleh malaikat. Sedikit ku melirik ke kanan-kiriku, tapi tidak ada
siapa-siapa. Mungkin, karena sudah larut malam, jarum jam pun menunjukan pukul
satu malam, ku ulurkan tanganku ke gagang pintu kamarku dengan perlahan tapi
pasti, “plak,,” dari mana kamu?, datang menjelang pagi,”sambar ayahku tiba-tiba.
Aku tercengang melihat ayah yang terlihat begitu marah, yah meskipun aku sudah
menduganya, tentu karena aku pulang lewat tengah malam.
“Dari mana saja kamu?” tegas ayahku
“Em,,anu yah..”Aku pun bingung mau menjawab apa
pada waktu itu, akhirnya sudahlah, apaboleh buat, aku jawab saja dengan
kata-kata sederhana tapi typo sedikit, haha..
“Dari rumah teman yah.”
“Jam segini baru dateng, habis ngapain aja
kamu.?” Nada suara ayahku meninggi.
“Habis main, Yah, sembari mengerjakan tugas
bareng teman-teman.” Ah sial aku tergagap dan aku pun punya perasaan buruk
mengenai kata-kata yang keluar dari mulutku.
“Bohong kamu, ayah tau kamu habis berkelahi
kan? pakaian kotor begitu.
“Di tambah lagi ada bekas darah dipakaian
mu..”tukasnya lagi,
Sedetik
kemudian ayah mendaratkan tamparan keras, lagi ”Plakkkkk....!!”. Merahlah
wajahku ini, merasakan perihnya tamparan
sang ayah yang emosinya meluap tak terbendung, seperti kereta api yang melaju cepat diatas rel.
“Maaf ayah, aku berkelahi karena berniat untuk
membela Reina yah..”
“Memangnya apa yang terjadi dengan Reina?” Nada
suara ayahku melunak, dahinya dikernyitkan.
“Jadi gini yah, Reina dibuat menangis oleh
pacarnya yah” aku menghela nafas
“Kemudian Reina bercerita kepadaku tentang
masalahnya,” kembali aku terjeda oleh helaan nafasku lagi “Dengan air mata yang bertetesan dari kedua matanya, aku pun
tidak tega melihatnya dibuat sedih.”
“Kemudian.. kamu mencari pacarnya itu.. lalu
berkelahi dengannya, begitu?” Meninggi kembali suara ayahku.
“Iya yah”. Kataku dengan perasaan menyesal tapi
sedikit puas, karena bisa menghajar laki-laki tersebut.
“ya sudahlah, lain kali, kalo ada permasalahan
seperti itu kamu selesaikan baik-baik”
“Sekarang cepat mandi, lalu pergilah tidur
sudah pukul dua pagi sekarang, masih ada waktu buat tidur” api kemarahan mereda
di mata ayahku.
“Tapi yah, setelah mandi aku ingin sholat
tahajud dulu”tambahku
“ya udah sana, setelah sholat langsung tidur”
ayah berlalu
“Siap..ayah.” uacapku dengan ekspresi wajah
tanpa dosa/watados, karena telah menghajar anak orang sampai berdarah haha..
Setelah
sholat, aku pun langsung bergegas menuju tempat tidurku, glabrukk...terkapar
lemas tubuh ini diatas kasur.
Silaunya
mentari pagi, yang dengan sengaja menusuk ke arah mataku, saat aku sedang rep-repan
atau lebih epatnya tertidur lumpuh. Kiranya aku ini sudah mati, karena yang
bisa kulihat hanyalah sebuah cahaya yang begitu silau, aku kira sudah berada di
akhirat. Eh gataunya aku ini masih ada di dunia fana, malah kesiangan pula,
jarum jam menunjukan pukul sebelas lebih tiga puluh menit.
Kupaksakan
tubuh ini, untuk segera bangkit dari zona nyamannya, lalu ku bergegas untuk
menjamah air yang entah kenapa hari itu tersa berkali-kali lipat lebih dingin, setelah
itu aku berniat untuk bertemu dengan Reina, sialnya para cacing di perutku
meronta, mereka meminta sesajen yang disebut sarapan, tapi sialnya pula makanan
di dapur sudah habis, tak tersisa satu makanan pun di atas meja makan. Tanpa
pikir panjang, bergerak dengan sendirinya tubuh ini ke luar, untuk mencari
makan. Mataku berhenti setelah menangkap Rumah Makan Padang, kemudian aku
memesan menu favoritku yaitu ayam kremes sambal goang ditambah minumnya jus
durian, duduk manis ku menunggu pesanan sambil menahan lapar dan haus yang
menjalari isi perutku, tiba-tiba.. sebuah kepretan pelan mendarat di
punggungku.
“Hei, Kak..lagi ngapain ?” rupanya itu Reina.
kebetulan dia juga sedang menunggu pesanannya, kebetulan sekali, aku pun tidak
harus bersusah payah untuk menemuinya.
“Eh Reina, aku kira siapa, ini aku sedang
menunggu pesanan.” Aku melemparkan seulas senyum
“Oalah..emangnya bunda ga masak ya, Kak?” Reina
mencondongkan tubuhnya kearahku.
“Masak sih masak, Cuma aku nya aja yang bangunnya
kesiangan jadi ketinggalan makan deh” timpalku
“ya udah deh ka, aku ikut makan bareng kaka aja
disini, ngga jadi dibungkus” tambahnya.
“ya udah, em..Reina, kaka mau tanya sesuatu,
nih” ah aku memang harus mengatakan ini pada Reina.
“iya ka, mau nanya apa”Reina mengernyitkan
dahinya.
“Mengenai Rehan, apa dia sudah menemuimu?” aku
menyeret tubuhku lebih dekat
“iya, barusan tadi sebelum aku berangkat
kesini, dia menemuiku didepan rumah”
“Apa dia sudah minta maaf padamu?” tanyaku,
penasaran.
“udah ka, rehan juga telah menjelaskan semuanya
kepada Reina” nada suaranya pelan, namun aku menangkap ketenangan disana.
“Berarti, masalah kamu sudah selesai kan dengan
rehan?” tanyaku lagi.
“Iya, kak, semuanya sudah kelar” Reina menyuguhkan
seulas senyum.
“sukur deh kalo gitu, sekarang tinggal makan,
kalo kelamaan didiemin ntarnya ga enak, bisa-bisa dingin”. “iya, kak, selamat
makan..” ucapnya sembari menyambar sedok dan memenuhinya dengan nasi dan lauk.
Akhirnya
masalah Reina pun selesai, aku harap kedepannya Reina bisa memilih laki-laki
yang tepat, yang bisa menjaganya dari keadaan apaun yang bisa membuatnya
terluka.
Dalam
tengah malam, aku terduduk di teras depan rumah, angin malam merasuki setiap
pori-pori kulitku, dikarenakan..suasananya yang tidak begitu akrab dengan
keramaian, mata ku terbuka memandangi langit malam,entah apa yang aku pikirkan.
Pikiranku kosong tapi aku seperti orang intelek yang sok memikirkan sesuatu. Kata
demi kata pun, singgah di kala itu, sehingga membentuk sajak-sajak yang kurang
masuk akal untuk di dengar, begitulah pikirku.
Di
malam yang begitu tenang itu sepintas ku memikirkan masa depan. Hanya saja, aku
bingung, harus memulainya dari mana. Ari, namaku Ari Ahmad Bisri. Saat ini
umurku genap tujuh belas tahun. Menurut orang-orang, umur tujuh belas tahun
itu, masa-masa remaja. Masa-masa dimana sesorang mulai mengenal cinta. Masa
yang menyenangkan katanya. Tapi justru aku khawatir, aku justru mungkin lebih
memilih menjadi anak-anak yang tidak tau apa –apa mengenai cinta dari pada
menjadi remaja. Memang sih dari cinta kita bisa bahagia, tapi aku percaya
kebahagiaaan sesseorang beda-beda dan tidak harus sama. Masaku saat ini ialah
masa remaja, masa transisi dan pencarian jati diri. Itulah yang membuatku
sedikit khawatir akan cinta. Aku takut jatuh cinta yang pada akhirnya akan
membuatku jatuh terpeleset kedalam jurang yang sangat dalam, hingga aku sulit
keluar dari jurang itu. Seperti apa yang telah terjadi pada Reina.
Olahraga
adalah hobiku, salah satu cabang olahraga yang aku tekuni ialah Taekwondo, Selain itu, menulis juga sudah menjadi hobiku.
Menulis segala sesuatu yang menurutku itu harus ditulis. Berimajinasi dengan
cerita tak masuk akal, berkhayal dengan cerpen fantasi. Mereka yang selama ini
kumasukan dalam sajak puisiku. Mereka adalah tokoh-tokoh utama di setiap
ceritaku.
Nashwa,
itulah namanya,nama gadis itu, salah satu teman seperguruan yang aku kagumi.
Keberadaanya di tempat latihan, kadang membuatku grogi dan salah tingkah saat guru
menyuruhku untuk berpasangan dengannya. Sebenarnya aku juga keliru dengan
diriku sendiri, kadang tidak begitu mengakui keberadaan cinta. Tanpa kusadari
bisa saja rasa kagumku ini kepada nashwa bisa melebihi rasa yang mungkin bisa
menimbulkan perasaan cinta di masa remaja.
“Kriiingggg”
Jam weker ku menjerit-jerit. Itu tandanya aku harus pergi ke tempat
latihan, untuk persiapan turnamen Taekwondo antar atlet
pelajar se-Jawa Barat. Aku pun pergi bersama Mamat. Dia adalah salah satu teman
yang sering sparing denganku. Walaupun dia sering ogah-ogahan kalo di suruh
sparing denganku. Karena kita beda kelas.
“Hari
ini Ari dan Mamat sparing!!!” ucap guruku dengan ketegasannya
“Siap guru” balasku, tegas.
“Baiklah guru, apaboleh buat”ucap mamat dengan
wajah lempengnya.
“Setelah itu Ari sparing dengan Nashwa” guruku menambahkan.
“Waduh..yang benar saja guru?”aku kikuk.
“Iya benar, masa tidak benar” tegasnya.
Saat
sparing dengan Mamat poin ku tertinggal enam poin. Hampir saja aku kalah dengan
Mamat. Nashwa pun memberikan suaranya kepada ku “ Ayo..Ari...jangan mau kalah
sama Mamat, semangat..” Nashwa, matanya berbinar. Tiba dengan sendirinya kaki
ini bergerak dengan penuh semangat, hingga berhasil menyusul poin Mamat.
Walaupun selisihnya beda satu poin, tetap saja saya yang menang haha..”Hore..ari
menang..”Nashwa bersorak, mulutnya tersenyum lebar.
Aku
pun merasa senang sekali saat itu, walaupun setelah itu aku harus menghadapinya.
“Ari, Nashwa, siap?” guruku bertanya.
“Siap guru” tegas Nashwa
“Siap guru” jawabku, ah dadaku berdegup lebih
kencang.
Pertarungan
pun di mulai, sampai-sampai aku canggung dibuatnya. Coba bayangin, kalo kalian
di suruh berantem sama cewe? Pasti..bingungkan, mesti ngapain? Kalo di
seriusin, takutnya kelepasan, kalo ngalah bakal kalah dan pasti malu. Di atas
matras aku pun bingung mesti ngapain. Sampai-sampai aku tidak fokus dibuatnya.
“Duargg” mukaku menjadi sasaran tendangan Nashwa. Waktu itu, katanya sih aku
pingsan selama satu menit. Kata mamat, Nashwa sangat khawatir waktu Aku pingsan.
Setelah aku sadar, tiba-tiba semua mengerumuniku, bukanya di khawatirin, aku
malah diomelin sama guruku “Aduh, aduh gimana kamu ri, masa, sama cewe aja bisa
pingsan begini” guruku terkekeh.
Sebenarnya
aku begitu tertarik dengan nashwa sejak pertama kita sparing sampai saat ini.
Aku memendam perasaan ini dua tahun lamanya. Sampai akhirnya aku berusaha untuk
berbicara kepada Nashwa. Hari esoknya, empat perwakilan dari perguruan kami
diantanrany ialah: Mamat, Nashwa, Noval dan Aku. Noval adalah kaka Nashwa,
Noval baru latihan lagi disini, Sebelumnya Noval berlatih di tampat atlet
senior. Sekarang dia juga ikut sebagai perwakilan dari perguruan kami. Siangnya
kami sampai di tempat kejuaraan, disana banyak sekali atlet-atlet yang berbakat
seperti kita. Beberapa jam kemudian, bagianku bertanding. Saat bertanding,
tiba-tiba aku merasakan sakit yang sangat di dadaku. Tapi aku pantang mundur,
kupaksakan dengan sekuat-kuatnya. Hasilnya pun seri, Wasit memberi waktu istirahat
selama satu menit. Saat itu Nashwa aga mulai sedikit khawatir padaku. Disitu
yang tau akan penyakit asmaku hanya nashwa.
“Ari, jangan dipaksain, kalo memang udah ga
kuat, Nashwa khawatir kalo saat bertanding
nanti tiba-tiba gejala asma Ari kambuh lagi” ujar nashwa. Waktu itu
nashwa memang menghawatirkan ku akan penyakitku ini, yang bisa membahayakanku
saat bertanding nanti, tapi aku tetap memaksakan diriku untuk terus bertanding.
“Tenang aja Nashwa, aku masih kuat kok” ucapku
dengan firasat berhasil apa tidak.
“Ya udah, tapi saat pertandingan nanti, kalo
Ari merasakan sakit, Ari langsung angkat tangan ya” tegasnya ucapan Nashwa
dengan penuh khawatir.
“ Iya..siapp” tegasku dengan firasat baru kalo
aku pasti menang.
Babak
penentuan pun dimula. Di atas matras aku berteriak haaaa, ku keluarkan seluruh
kemampuan, poin pun saling nyalip-menyalip antara aku dan lawanku. Sampai pada
akhirnya “duarrkk” ku tendang bagian mukanya dengan sekeras-kerasnya. Pada
akhirnya aku memenangkan pertandingan tersebut. Langsung aku sujud sukur. Aku
pun tidak menyangka sih, kalo waktu itu aku yang bakal menjadi pemenangnya, di
lihat dari kondisiku yang pada waktu itu mungkin aku yang akan kalah, tapi
dengan semangat dan dukungan yang nashwa berikan kepadaku, seakan akan menjadi
energi positif bagi diriku ini.
Dua
hari setelah pertandingan, aku memulihkan kembali staminaku dengan berolah raga
dan terus berlatih, tempatnya di lapangan pusat olah raga. Aku pun berlari
memutari lapangan pusat olahraga tersebut. Tidak lama kemudian aku bertemu Mamat,
Mamat juga sering latihan disini, tapi akhir-akhir ini jarang sekali dia
latihan di sini dan kebetulan aku bertemu dengannya. “Hei ri, selamat yah buat
kemenangannya, waktu itu kamu hebat banget, padahal kondisinya tidak
memungkinkan kamu bisa menang loh” ujar mamat yang masih heran dengan kondisiku
waktu itu bisa menang.
“ya iya lah, ini semua berkat nash..eh latihan
dan kerja keras” kecerobohan ini membuatku keceplosan atas alasan yang
sebenarnya.
“Ayo..ketahuan
kamu ri, nash apa tadi? Nashwa?” Sindir Mamat.
Saat itu aku keceplosan dan menimbulkan rasa
malu yang sangat dalam hingga menusuk urat nadiku dan membuatku berbohong atas
perasaan ku terhadap nashwa.
“Bukan..maksudnya nash itu..nasehat. kemenangan
ini berkat semua nasehat yang di berikan guru kepada kita” ucapku dengan terbelit-belit. “Udah ri, akui saja kalo kamu
itu suka kan sama nashwa, siapa si atlet yang ga suka sama nashwa, banyak loh
atlet-atlet lain yang berusaha ingin mendapatkan perhatiannya. Aku pun terpojok
oleh omongan mamat, aku hanya bisa mendengarkan pembicaraanya sampai ia
berhenti berbicara, bujukan pun terus keluar bertubi-tubi dari mulut mamat. “Lagian
ya, kalo aku jadi kamu ri, mungkin aku sudah mengatakan isi hatiku kepadanya.
di tambah, kamu tuh sudah sering
mendapatkan perhatian darinya, dari pada ntar nyesel keburu di pepet orang lain,
aku lebih ikhlas kalo nashwa itu cocoknya sama kamu ri” ujar mamat
“oke, oke, mat, akan ku ungkapkan seluruh isi
hatiku kepada nashwa, tapi ntar, ada waktunya” habisnya alasan membuatku tidak
bisa mengelak ucapan Mamat.
“Gitu dong..itu baru atlet sejati, sama lawan
berani sama cewe juga harus berani, berani ungkapin perasaan yang sebenarnya” Bangganya
Mamat karena telah berhasil membujuk ku.
Ke
esokan harinya mamat menemaniku untuk menemui nashwa di rumahanya, dengan gajah
besinya, mamat bersemangat menemaniku untuk menemui nashwa, padahal masih
diperjalan, hatiku pun sudaah mendebar-debar, dalam arti aku bingung akan hati
ini untuk berbicara langsung dengan nashwa, ditambah lagi ini berlangsung tepat
di rumahnya. Tak lama kemudian akhirnya pun sampai di depan pagar rumahnya,
turunlah rahmat dari kendaraannya kemudian di susul olehku. Setelah kedua kaki
mendarat di rerumputan depan pagar rumah nashwa, tiba-tiba aku melihat nashwa
sedang menjamu orang lain.
“Tunggu dulu mat, coba kamu lihat, itu nashwa
dengan siapa ya? Kayanya mereka dekat sekali” langsung terarah pandanganku ke
depan.
“Mana ri..” menengak-nengok dengan rasa ingin
taunya.
“itu coba kamu lihat baik-baik” terfokus
pandangannya ke depan sepertiku
“oh iya ri aku melihatnya, tapi ga tau orang
itu siapa” sembari meninggikan pundaknya dikit.
“Mat, aku mau tanya sama kamu, bahasa
inggrisnya bulan itu apa?” kuhibur diriku agar tidak kecewa karena terlambat. “Bahasa
inggrisnya bulan itu Moon” jawab mamat yang agak heran
“kalo pintu?” tanyaku selanjutnya.
“pintu itu..door” jawabannya pun semakin heran
karena pertanyaanku barusan.
“yaudah mat itu dia, aku lebih memilih untuk
moondoor aja” pilihan terakhirku karena kejadian itu. “lah kenapa?” terheran
ekspresinya kepadaku. “ga papa mat, mungkin nashwa bukan cinta yang
sesungguhnya buat ku, lagian aku juga sudah bersukur ko bisa mengenal nashwa
begitu lama dan sering mendapatkan perhatian darinya.” Sebenarnya sih bisa saja
waktu aku langsung berbicara langsung kepada nashwa. Tapi aku lebih memilih
tidak sama sekali, Alasanku tidak mengatakannya, karena aku tidak mau sesuatu
yang terjadi pada Reina bisa terjadi kepada diriku dan juga nashwa, kalo kita
jadian pada waktu. Aku khawatir karena cinta, yang tadinya bisa dekat dan
bahagia bisa berpisah karena masalah yang ada pada rasa cinta. Karena sebuah
masalah sepele yang ada pada diri remaja yang bisa mengakibatkan cinta bisa
berubah menjadi petaka.
No comments:
Post a Comment